Senin, 10 Juni 2013

Paradigma Pekerjaan


Karakter manusia selalu mempunyai sisi berbeda. Berbeda dari cara makan, minum, jam berapa kita bangun tidur dan mandi. semua berbeda,dalam hal melihat peluang pun berbeda.

Nama saya Elyda, di dalam cerita singkat ini saya akan menceritakan tentang teman dekat saya, namanya ernest dalam garis besar kehidupan nya tidaklah jauh berbeda dengan kebanyakan orang. Lahir disebuah Panti Persalinan, yang kabarnya sekarang sudah tutup, entah kenapa. Tapi yang saya tau dia melalui masa pendidikan Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, lalu pada umumnya harus meneruskan ke jenjang Sekolah Menengah Akhir.
Hingga akhirnya  lulus, seperti kebanyakan siswa-siswi lainnya semua beban lepas begitu saja, ketika euforia itu berlalu maka rasa gengsi muncul. Bagaimana kalo melanjutkan pendidikan Kuliah? Saya rasa hal itu perlu..banyak kedudukan atau posisi dalam perusahaan  yang  bisa didapatkan dari sebuah kertas Gelar Universitas atau akademik. Sehingga itulah yang menjadi motivasi rata-rata generasi muda di Indonesia untuk kuliah.
Setelah lulus kuliah, kita menjadi percaya diri dengan bekal yang sudah didapatkan dari yang sudah dilewati. Stop! Faktanya tidak semua menjadi sukses dengan gelar yang sudah dipegang, kehidupan terus berjalan sehingga kelihatannya kehidupan itu tidak adil.

Suatu hari teman saya Ernest mengirimkan 10 surat lamaran ke perusahaan yang bonafit, tak berselang seminggu dapatlah panggilan untuk interview. Sesampai di perusahaan pertama, dengan berbekal kepercayaan diri yang tinggi teman saya masuk, bertemu dengan recepsionis, menuliskan buku tamu dan dipersilahkan duduk di ruang tunggu. Beberapa menit kemudian nama teman saya dipanggil. “Mas Ernest?” sahut dari seorang karyawan. “Iya saya...” jawab ernest, “Silahkan masuk keruangan” ajak dari karyawan tersebut. Maka bertemulah dia dengan sang HRD tersebut. Mereka pun berbincang.  Hingga sampailah pertanyaan mengenai posisi pekerjaan, hingga perihal gaji. “ Mas Ernest mau kerja apa disini?” tanya HRD, “Tergantung apa yang dibutuhkan diperusahaan bapak..” jawab ernest.  “Kalo begitu mas Ernest mau jadi salesman?” Tanya HRD.  “ Hah?? Salesman...? saya capek-capek kuliah hanya jadi salesman?? (dalam hati ernest), dengan tegas teman saya  katakan “ Ooo! Maaf saya tidak tertarik..”,  “Lalu mas Ernest kerja apa dong??? Atau telemarketing saja?” Tanya HRD. Karena pada saat itu teman saya merasakan direndahkan akhirnya dia memutuskan untuk menolak dan pulang.

Beberapa bulan kemudian teman saya mencoba mendatangi panggilan-panggilan yang menawarkan pekerjaan. Hasilnya nihil. Suatu hari dia menemukan apa arti dari semua yang sudah terjadi pada dirinya, banyak manusia yang dengan bangganya dan menikmati hidup mereka karena ketergantungan mereka akan gaji bulanan tetap. Mereka tidak punya lebih dari 12 jam untuk bersantai dengan keluarga, rutinitas hidup mereka milik perusahaan yang menggaji mereka.  Ernest tersadar bahwa ada cara hidup yang bebas waktu, tidak diikat oleh orang lain dari segi waktu.

Dengan begitu teman saya memutuskan untuk membangun usaha untuk dapat bertahan hidup, sudah hampir 5 tahun dia  membangun usaha Wedding Organizer, kini Ernest bersama istrinya terus berusaha mengembangkan usaha ini, karena bagi mereka  “USAHA YANG BAIK ADALAH USAHA YANG MEMBUAT ORANG LAIN BAHAGIA” bukan uang yang terutama dalam usaha mereka tapi senyuman kepuasaan klien adalah makanan mereka untuk menjalankan kehidupan ini. Seharusnya itu yang harus dimiliki seluruh atasan hingga bawahan dalam perusahaan.
Saya harap dengan adanya pengalaman hidup teman saya, anda dapat terinspirasi dalam menjalani kehidupan. Come on! Jadilah pekerja keras bukan bekerja keras.