Karakter manusia
selalu mempunyai sisi berbeda. Berbeda dari cara makan, minum, jam berapa kita
bangun tidur dan mandi. semua berbeda,dalam hal melihat peluang pun berbeda.
Nama saya Elyda, di dalam cerita singkat ini saya akan
menceritakan tentang teman dekat saya, namanya ernest dalam garis besar kehidupan nya tidaklah jauh berbeda dengan
kebanyakan orang. Lahir disebuah Panti Persalinan, yang kabarnya sekarang sudah
tutup, entah kenapa. Tapi yang saya tau
dia melalui masa
pendidikan Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, lalu
pada umumnya harus meneruskan ke jenjang Sekolah Menengah Akhir.
Hingga akhirnya lulus, seperti kebanyakan siswa-siswi lainnya
semua beban lepas begitu saja, ketika euforia itu berlalu maka rasa gengsi
muncul. Bagaimana kalo melanjutkan pendidikan Kuliah? Saya rasa hal itu
perlu..banyak kedudukan atau posisi dalam perusahaan yang bisa didapatkan dari sebuah kertas Gelar
Universitas atau akademik. Sehingga itulah yang menjadi motivasi rata-rata
generasi muda di Indonesia untuk kuliah.
Setelah lulus kuliah,
kita menjadi percaya diri dengan bekal yang sudah didapatkan dari yang sudah
dilewati. Stop! Faktanya tidak semua menjadi sukses dengan gelar yang sudah
dipegang, kehidupan terus berjalan sehingga kelihatannya kehidupan itu tidak
adil.
Suatu hari teman saya Ernest mengirimkan 10 surat lamaran ke perusahaan
yang bonafit, tak berselang seminggu dapatlah panggilan untuk interview.
Sesampai di perusahaan pertama, dengan berbekal kepercayaan diri yang tinggi teman saya masuk, bertemu
dengan recepsionis, menuliskan buku tamu dan dipersilahkan duduk di ruang tunggu.
Beberapa menit kemudian nama teman
saya dipanggil. “Mas Ernest?” sahut dari seorang karyawan.
“Iya saya...” jawab ernest, “Silahkan masuk keruangan” ajak dari karyawan tersebut. Maka
bertemulah dia dengan sang HRD tersebut. Mereka pun berbincang. Hingga sampailah pertanyaan
mengenai posisi pekerjaan, hingga perihal gaji. “ Mas Ernest mau kerja apa
disini?” tanya HRD, “Tergantung apa yang dibutuhkan diperusahaan bapak..” jawab
ernest. “Kalo begitu mas Ernest mau jadi salesman?”
Tanya HRD. “ Hah?? Salesman...? saya
capek-capek kuliah hanya jadi salesman?? (dalam hati ernest), dengan tegas teman saya katakan “ Ooo! Maaf saya tidak tertarik..”, “Lalu mas Ernest kerja apa dong??? Atau telemarketing saja?” Tanya HRD.
Karena pada saat itu teman saya
merasakan direndahkan akhirnya dia memutuskan untuk menolak dan pulang.
Beberapa bulan kemudian teman saya mencoba mendatangi
panggilan-panggilan yang menawarkan
pekerjaan. Hasilnya nihil. Suatu hari dia menemukan apa arti dari semua yang sudah
terjadi pada dirinya, banyak manusia yang dengan bangganya dan menikmati hidup mereka
karena ketergantungan mereka akan gaji bulanan tetap. Mereka tidak punya lebih
dari 12 jam untuk bersantai dengan keluarga, rutinitas hidup mereka milik perusahaan
yang menggaji mereka. Ernest tersadar bahwa ada
cara hidup yang bebas waktu, tidak diikat oleh orang lain dari segi waktu.
Dengan begitu teman saya memutuskan untuk membangun usaha untuk dapat
bertahan hidup, sudah hampir 5 tahun dia membangun usaha Wedding Organizer, kini Ernest bersama istrinya terus berusaha
mengembangkan usaha ini, karena
bagi mereka “USAHA
YANG BAIK ADALAH USAHA YANG MEMBUAT ORANG LAIN BAHAGIA” bukan uang yang
terutama dalam usaha mereka tapi senyuman kepuasaan klien adalah makanan mereka untuk menjalankan
kehidupan ini. Seharusnya itu yang harus dimiliki seluruh atasan hingga bawahan
dalam perusahaan.
Saya harap dengan adanya pengalaman hidup teman saya, anda dapat
terinspirasi dalam menjalani kehidupan. Come on! Jadilah
pekerja keras bukan bekerja keras.