Selasa, 12 Maret 2013

Tari Jawa Klasik Khas Yogyakarta


Yogyakarta, Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Puro Pakualaman adalah Kerajaan yang ada di Kota Yogyakarta yang hingga sekarang menjaga tradisi Jawa, baik seni maupun budaya. Dan tidak bisa dipungkiri, dua Kerajaan ini banyak menciptakan artistik seni budaya yang tinggi dan penuh dengan makna filosofi kehidupan manusia.

Terutama dalam kesenian tari klasik, dua kerajaan ini tidak bisa dilepas sebagai sumber seni tari klasik Jawa. Dan berikut ini beberapa seni Tari klasik yang sering dipentaskan di Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Puro Pakualaman.
  • Bedhaya Sang Amurwabhum 
Tari ini adalah salah satu jenis Tari Klasik Gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana X. Karya tari ini merupakan legitimasi Sri Sultan Hamengku Buwana X kepada swargi (almarhum Sri Sultan Hamengku Buwana IX), yang mempunyai konsep filosofis setia kepada janji, berwatak tabah, kokoh, toleran, selalu berbuat baik dan sosial. Konsep dan ide dasar tari ini dari Sri Sultan Hamengku Buwana X, sedangkan koreografinya adalah K.R.T.Sasmintadipura. Bedhaya Sang Amurwabhumi dipentaskan pertama kali di Bangsal Kencono pada saat pengangkatan dan penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada tahun 1990. Bedhaya Sang Amurwabhumi ditarikan oleh sembilan penari putri dan berdurasi dua setengahjam, dan diiringi irama dramatik yang menggambarkan kelembutan sebagai simbolisasi yang paling hakiki karena setiap raja selalu mempunyai ekspresi dan konsep sendiri dalam setiap pengabdian kepada rakyatnya dengan mencoba menggalang kepemimpinan yang baik melalui pola pikir mengayomi dan mensejahterakan rakyat. Bedhaya Sang Amurwabhumi seperti juga dengan bedhaya yang lainnya tetap sesuai dengan tradisi dan mengacu pada patokan baku tari bedhaya.Dasar ceritanya diambil dari Serat Pararaton atau Kitab Para Ratu Tumapel dan Majapahit. Bedhaya Sang Amurwabhumi mengambil cerita sentral pada sang Amurwabhumi (Ken Arok) dengan Prajnaparamita (Ken Dedes) dalam menyimbolisasikan spirit patriotisme dan filosofi kepemimpinan.Bedhaya Sang Amurwabhumi seperti juga dengan bedhaya yang lain sesuai dengan tradisi tetap mengacu pada patokan baku tari bedhaya. Dasar ceritanya diambil dari Serat Pararaton atau Kitab Para Ratu Tumapel dan Majapahit, yang selesai ditulis bertepetan pada hari Sabtu Pahing. Bedhaya Sang Amurwabhumi mengambil sentral pada perkimpoian sang Amurwabhumi (Ken Arok) dengan Prajnaparamita (Ken Dedes) mensimbolisasikan spirit patriotisme dan filosofi kepemimpinan.

  • Bedhaya Herjuna Wiwaha
Bedhaya ini menceritakan proses pengangkatan KGPH Mangkubumi menjadi Sri Sultan HB X

  • Bedhaya Sapta
 Sesuai dengan namanya, bedhaya ini ditarikan oleh tujuh orang penari. Tari Bedhaya ini diciptakan oleh Sri Sultan HB IX yang bercerita tentang perjalanan dua orang utusan Sultan Agung ke Batavia. Dalam perjalanan ke Batavia, kedua utusan itu harus berjuang menghadapi berbagai rintangan hingga sampai ke tujuan.

  • Bedhaya Sabda Aji
Tari ini dimainkan oleh sembilan orang yang bercerita tentang sabda aji raja) atau perintah Sri Sultan HB IX kepada para empu tari untuk menyempurnakan Tari Golek Menak. Salah satu penari dalam Bedhaya Sabda Aji adalah putri sulung Sri Sultan HB X, GKR Pembayun. 
  • Bedhaya Angron Sekar
Cerita dalam bedhaya ini adalah Sutawijaya yang menaklukan Arya Penangsang. Istri Arya Penangsang, Angron Sekar, bermaksud balas dendam. Namun, akhirnya justru Angron Sekar jatuh cinta terhadap Sutawijaya. Bedhaya Angron Sekar ini merupakan karya dari K.R.T. Sasmintadipura.
  • Beksa Golek Menak
Tari ini biasa juga disebut Beksan Menak karena mengandung arti menarikan wayang Golek Menak. Tari Golek Menak merupakan salah satu jenis tari klasik gaya Yogyakarta yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana IX. Penciptaan Tari Golek Menak berawal dari ide sultan setelah menyaksikan pertunjukan Wayang Golek Menak yang dipentaskan oleh seorang dalang dari daerah Kedu pada tahun 1941. Sri Sultan Hamengku Buwana IX sangat terkesan menyaksikan pertunjukan Wayang Golek dari Kedu itu. Maka dibenak beliau timbul ide untuk menarikan wayang golek itu di atas pentas. Beksa Golek Menak bersumber dari cerita Menak Cina.
  • Sekar Pudyastuti Tarian yang merupakan tarian penyambutan khusus ini menampilkan gerakan tarian gaya perempuan Yogyakarta yang anggun.
  • Golek Retno AdaninggarDitampilkan dengan gaya Golek Menak yang diadaptasi dari wayang golek. Tarian Solo ini menggambarkan masa ketika putri China, Retno Adaninggar menyadari penangkapan orang-orang yang dikasihi oleh musuhnya. Mulai dari itu dia bersiap-siap untuk ikut ke medan pertempuran.
  • Topeng Putri Kenakawulan Tari topeng ini diadaptasi dari kisah Panji pada abad ke-15 dan menggambarkan putri Kenakawulan yang jatuh cinta kepada Carangwaspa.
  • Klono Alus Jungkungmandeya Tarian ini diadaptasi dari kisah Mahabarata yang menggambarkan Pangeran Muda Jungkungmandeya yang jatuh cinta kepada Srikandi. Tarian ini merupakan contoh yang bagus untuk tari gaya alus.
  • Klono Gagah Dasawasisa; Tarian ini diadaptasi dari kisah Mahabarata yang menggambarkan Raja Dasawasisa yang sedang mabuk cinta kepada Wara Sumbadra.
  • Srikandi–Larasati; Selama masa menjelang pernikahannya dengan Arjuna, Srikandi setuju untuk melakukan kontes untuk membuktikan kekuatannya kepada Larasati. Larasati menantangnya dan akhirnya terkalahkan. Namun, Srikandi tetap memaksa Larasati untuk menikah dengan Arjuna.
  • Srikandi–Suradewati; Tari ini bercerita tentang kecemburuan Srikandi pada Putri Suradewati. Srikandi kemudian menantang Suradewati bertanding, dan akhirnya pertandingan itu dimenangkan oleh Srikandi menang.
  • Beksan Senggana–Saksadewa; Tarian ini merupakan bagian dari cerita Ramayana yang disebut “Senggana Duta”. Sri Rama memberi Senggana (Anoman), seekor monyet putih untuk mencari istri Rama, Dewi Sinta. Senggana menemukan Sinta dan agar bertemu dengan Rahwana dia menghancurkan Argasaka. Raksasa Saksadewa, anak Rahwana menjadi marah dan ingin menangkap Senggana tetapi terbunuh dalam pertempuran.
  • Beksan Gathutkaca–Pregiwa; Tari ini menggambarkan bagian dari kisah Mahabharata. Gathutkaca mengungkapkan pada Pregiwa bahwa dia jatuh cinta kepadanya. Pregiwa menerima cintanya dan berjanji untuk setia sehidup semati.
  • Beksan Carangwaspa–Kenakawulan; Cerita ini diambil dari cerita Panji. Dewi Kenakawulan dari Manggada ingin menguji kekuatan Raden Panji Carangwaspa. Jika dapat mengalahkannya dia akan menjadi istrinya.
  • Beksa Umarmaya–Jayengpati; Tarian ini merupakan bagian dari cerita Menak Djinggo. Prabu Jayengpati Raja dari Tunjungyaban telah mencuri pusaka “Sonsong Tunggalnaga” dari pemiliknya Wong Agung Jayengrana. Adipati Umarmaya dari negeri Puserbumi mencoba untuk merebut pusaka dan mengembalikan pada Wong Agung Jayengrana. Dia berhasil melakukannya dengan mengalahkan Prabu Jayengpati Raja.
Tarian yang lahir dari budaya Kraton ini bukanlah sekedar komposisi keluwesan gerak tubuh sang penari, namun juga memiliki kisah kehidupan manusia dan makna filosofi yang sangan tinggi sebagai bagian dari kehidupan sosial manusia.


Sumber : kilasbaliknusantara.blogspot , wisatanews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar